Jumat, 15 Juli 2011

Peringatan lewat Bungkus Rokok!




Kemasan rokok yang beredar di Indonesia hingga kini masih memiliki kemasan yang menarik dengan sedikit tulisan peringatan mengenai bahayanya. Hal ini sangat berbeda dengan bungkus rokok di beberapa negara lain. Misalnya di Kanada, yang menggunakan gambar-gambar seram seputar penyakit-penyakit akibat rokok, telah sukses mengurangi konsumsi rokok di negaranya. Gambar itu cukup besar karena menghabiskan hampir setengah bagian bungkus rokok. Di atasnya masih ada tulisan mencolok: Smoking causes mouth and throat cancer (merokok dapat mengakibatkan kanker mulut dan tenggorokan).

Di Indonesia belum ada bungkus rokok semacam ini. Namun di negara tetangga seperti Singapura, Filipina atau Thailand, sangat mudah menemukan rokok-rokok bergambar menyeramkan itu. Sejumlah negara saat ini memang sudah menerapkan penggunaan gambar pada bungkus rokok, untuk mengingatkan warganya akan bahaya rokok.

Pemasangan gambar pada bungkus rokok dianggap lebih efektif untuk mencegah konsumsi rokok dibandingkan hanya melalui tulisan. Menurut psikolog Seto Mulyadi, peringatan bahaya merokok dalam bentuk tulisan tidak ada artinya dibandingkan dengan gambar. Menurutnya, peringatan tulisan kurang efektif memberikan persepsi mengenai bahaya merokok.

Menurutnya, pesan dalam gambar jauh lebih efektif 20 hingga 25 kali dibanding tulisan. Seto mengatakan, gambar memberi pengaruh lebih 40 hingga 50 persen orang untuk tidak merokok. Hasil penelitian Proyek Penilaian Kebijakan Pengendalian Tembakau Internasional (PPKPTI) juga membuktikan itu. Pemasangan gambar penyakit cukup mempengaruhi orang untuk mengurangi konsumsi rokok.

Menurut Kepala Investigator PPKPTI, Geofrrey T Fong, Kanada salah satu negara yang sukses mengurangi konsumsi rokok setelah pemasangan gambar seram di bungkus rokok. Jika sebelumnya konsumsi rokok mencapai 25 persen dari penduduk, setelah dipasang gambar, menurun menjadi 19 persen. Hal yang sama juga terjadi di 25 negara lainnya. ”Dengan gambar orang akan lebih tertarik melihat dan menyadari bahaya yang mengancamnya dibanding hanya tulisan,” kata Fong.

Hasil studi Pusat Penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (Puslit FKM-UI) menunjukkan, bentuk peringatan tulisan di bungkus rokok seperti yang dilakukan Indonesia, tidak efektif. Ini karena pesan berbunyi: “Merokok Dapat Menyebabkan kanker, Serangan Jantung, Impotensi, dan Gangguan Kehamilan dan Janin”, yang tertera di bungkus rokok, berukuran kecil dan ditempatkan pada bagian belakang.

Ketua Tobacco Control Support Center (TCSC) sebuah Badan Khusus Pengendalian Tembakau dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Widyastuti Soerojo dalam suatu kesempatan mengatakan, pelaku bisnis menggunakan standar ganda dalam menerapkan peringatan dampak kesehatan. Ia mencontohkan, peringatan kesehatan yang tercantum dalam kemasan rokok Marlboro yang dijual di Indonesia dan Singapura berbeda. Di Indonesia, peringatan kesehatan berbentuk tulisan dan penempatannya di belakang bungkus rokok. Sedangkan di Singapura menggunakan gambar disertai tulisan, dan besarnya setengah dari bungkus rokok. ”Pemerintah perlu mengatur kembali bentuk peringatan kesehatan di semua kemasan produk tembakau, termasuk bungkus rokok. Peringatan kesehatan di bungkus rokok hendaknya berbentuk gambar dan tulisan,” katanya.

Sayangnya, saat ini Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Pasifik yang tidak meratifikasi Konvensi WHO tentang Pengendalian Rokok atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). WHO FCTC, merupakan suatu konvensi untuk mengendalikan rokok dan tembakau yang disepakati secara aklamasi dalam Sidang Kesehatan Dunia tahun 2003.

Dampaknya jelas, aturan mengenai pembatasan rokok di Indonesia sangat longgar. Dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan misalnya, pada ayat 2 Pasal 8 PP itu disebutkan: Peringatan kesehatan pada label harus berbentuk tulisan. Ukurannya pun minim, dengan garis pinggir 1 mm dan ukuran tulisan 3 mm (Pasal 9 ayat 2).

Untuk itu, Seto mendesak pemerintah segera meratifikasi WHO FCTC dan memperbaiki aturan mengenai pembatasan konsumsi rokok, termasuk pengaturan pencantuman gambar dalam peringatan bahaya merokok. Jika tidak, dampak merokok akan makin besar dan membahayakan masa depan bangsa.

Lembaga Demografi UI memperkirakan, saat ini terdapat 1.172 orang meninggal per hari akibat penyakit yang berkiatan dengan rokok. Ini berarti 22,5 persen dari total kematian di Indonesia adalah akibat rokok.

Setiap 6,5 detik rokok membunuh satu orang. Jadi, masihkah harus menunggu lebih banyak korban lagi?

sumber klik disini!

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda